pepa'yangené' :: masih dalam tahap perbaikan :: underconstruction ---sumabaaré'la ^^

Bagaimana Menulis dalam Bahasa Tondano?*

Tulisan ini diharapkan dapat menjadi petunjuk sederhana tentang penulisan kata-kata dalam Bahasa Toudano dialek Tondano. Saat ini minat masyarakat Tondano untuk melestarikan bahasa sebagai pengenal identitas diri semakin tinggi. Tentunya kita harapkan bersama dapat tercipta satu penulisan baku Bahasa Toudano, secara khusus di sini dialek Tondano, yang dapat dipergunakan di dalam sistem pendidikan di sekolah-sekolah. Tujuan utama dari tulisan ini adalah memperkenalkan penulisan kata-kata menurut kaidah-kaidah penulisan bahasa.

Seperti kebanyakan bahasa-bahasa suku di Indonesia, Bahasa Toudano adalah juga bahasa yang merupakan bahasa lisan (tidak mempunyai sistem menulis). Beberapa ahli sejarah dan budaya memperkirakan bahwa awalnya masyarakat Minahasa mempunyai sistem aksara, namun kemudian pengetahuan itu dibekukan seiring dengan pergantian golongan pemerintah dari Makarua Siouw dan Makatelu Pitu ke Pasiouwan Telu. Penelitian-penelitian tentang keterkaitan aksara Minahasa dengan aksara Filipina sudah dan sedang dilakukan saat ini. Semoga nantinya bisa memberi titik terang tentang salah satu segi kebudayaan Minahasa yang sangat penting ini.

Oleh karena pengaruh Belanda maka bahasa-bahasa Minahasa ditulis dengan menggunakan huruf Latin, sama seperti penulisan Bahasa Indonesia.

Ada bunyi-bunyi tertentu dalam dialek Tondano yang perlu dibedakan dalam penulisannya karena dapat mempengaruhi arti kata. Misalnya bunyi [ é ] yakni yang disebut taleng dan perhentian udara (glotal/hamzah) [ ' ] .

Dalam ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan, tidak dibedakan antara taleng [ é ] (seperti pada kata “meja”) dan pepet [ e ] (seperti pada kata “elang”), dan biasanya para pembaca tidak mempunyai banyak kesulitan dalam membedakan kapan [ e ] berbunyi taleng atau berbunyi pepet. Namun dalam penulisan dialek Tondano penulisan kedua bunyi ini perlu dibedakan karena dapat membedakan arti, misalnya pada kata téwél (terbang) dan tewel (tajam).

Beberapa kata dengan huruf [ é ] taleng:
kélang : jalan
pélang : lonjong
édo      : ambil

Beberapa kata dengan huruf [e] pepet:
edo      : hari; matahari
esa       : satu
weren   : mata
Demikian juga dengan penulisan tanda perhentian udara [’] yang disebut glottal atau hamzah. Tanda ini juga perlu diperhatikan dalam penulisan dialek Tondano karena dapat membedakan arti, misalnya: pa’a (paha) dan paa (loteng).

Tanda glottal ditulis ketika muncul pada kata dasar. Contoh:
sigha’ : pintar, tahu, ahli (kasigha’=sangat pintar/ahli)
tura’   : menusuk, menumbak (tura’en=tusuk, tumbak)
wera’ : melucu, membuat orang tertawa (wera’an=dibuat tertawa dengan cara melucu)
tu’a    : tua, berumur (tu’amou=sudah tua)
mena’ : tinggal, berhenti (mena’pé’la=berhenti saja dulu)
wua’   : buah (mawua’mou=sudah berbuah)
lué’    : air mata (palué'an=menitikan airmata)

Untuk mewakili bunyi vokal panjang, maka huruf vokal direduplikasi dan diucapkan tanpa perhentian udara:
laa   : pergi (bukan la'a)
wéé  : beri (bukan wé'é)
ruu   : sudut (bukan ru'u)
buuk: buku (bukan bu'uk)

Untuk vocal panjang dengan akhiran glotal
léé’ : leher (bukan lé'é')  
loo’ : lihat (bukan lo'o')
wii’ : bibir miring (bukan wi'i')


Untuk menulis kata ganti orang:
Tunggal:
niaku: saya
nikoo: kau
nisia: dia

Jamak:
nikéi: kami (ekslusif); Nikita: kita (inklusif)
nikou: kalian
niséa: mereka

“ni” tidak dipisah. Misalnya: ni sia (X)
Ketika “ni” berdiri sendiri, maka ia berfungsi sebagai penanda milik atau genetif. Misalnya: walé ni Empung (rumah Tuhan), punya ni makapunya (punya dari yang empunya)

Kata ganti milik melekat pada kata dasar.
Tunggal
-ku (em waléku = rumahku)
-mu (em walému = rumahmu)
-na (em waléna = rumahnya)

Jamak
-méi/-ta (em waléméi = rumah kami/em waléta = rumah kita)
-iu (em walémiu = rumah kalian)
-néa (em walénéa = rumah mereka)

Bahasa Toudano, sama seperti bahasa-bahasa Minahasa lainnya, menggunakan banyak awalan, sisipan dan akhiran. Ada begitu banyak jenis awalan, sisipan dan akhiran dalam Bahasa Toudano dan sebagai peraturan umum penulisan awalan, sisipan, dan akhiran melekat/menyatu pada kata dasar.

Berbagai imbuhan pada kata dasar “wingkung” (mencangkul)
AWALAN
mawingkung = sedang mencangkul
memingkung = pekerjaan mencangkul
kawingkung =  teman mencangkul
pawingkung = alat untuk mencangkul
mapawingkung = meminta orang lain untuk mencangkul
makiwingkung = meminta bantuan orang lain untuk mencangkul
papawingkung = suruh mencangkul
kapawingkung = cara mencangkul
iwingkung =  buat seseorang mencangkul
minawingkung(-i) = pernah mencangkul untuk seseorang
minapawingkung = pernah meminta orang lain untuk mencangkul
néiwingkung = digunakan untuk mencangkul
néipawingkung = dimintakan untuk dicangkul
néipapawingkung = dimintakan berulang-ulang untuk dicangkul
néimouwingkung = sudah dipakai untuk mencangkul
néitéwingkung ... = hanya digunakan untuk mencangkul ...
néimouipakiwingkung = sudah dimintakan untuk dicangkuli 
wewingkung = alat untuk mencangkul; cangkul

SISIPAN
winingkung(-kumou) = (sudah saya) cangkuli
-um- = ...

AKHIRAN
wingkungen = cangkuli
wingkungenou = sudah akan dicangkul
wingkungenokan = nanti akan dicangkul
wingkungla = cangkulkanlah 
wingkungené’la = cangkuli sajalah dulu

wingkungenola = cangkulah
wingkungenomaé = cangkulah saja secepatnya

GABUNGAN
papawingkungenomaé = mintalah saja dicangkul segera
minapawingkungokan = tinggal meminta orang lain untuk mencangkul
makiwingkunomaé = minta tolong untuk dincangkul saja
minakiwingkungou = sudah minta tolong untuk dicangkuli
néimouwingkung = sudah dipakai untuk mencangkul
néipawingkungi = dimintakan untuk dicangkul
winingkunganou = sudah dicangkuli
winingkungité = hanya dicangkuli
néitéwingkungela (witu) = hanya digunakan untuk mencangkul (di situ)
pinewingkungaé = pernah digunakan untuk mencangkul
dst.

(Font biru menandakan terjemahan Bahasa Indonesia masih perlu dicek dengan ahli bahasa)

Beberapa bunyi khusus dan penulisannya

Huruf [g] diucapkan [g] pada kata “garis” dan “gagah”
Contoh :
legu’ : bunyi
regak : muncul

Bunyi guttural [gh]
Contoh :
ghenang: pikiran, ingatan
ghio : wajah

Dalam bahasa Toudano, ada kata-kata tertentu yang diawali dengan huruf [r] dan bila didahului bunyi sengau [n] pengucapannya akan berbunyi sengau [d]. Penulisannya mengikuti kata dasar. Contoh:
Ditulis: en raa’ (darah) – dibaca e ndaa’
Ditulis: en rano (air) – dibaca e ndui (tulang)

Pada awalan pembentuk kata perintah [i] ditambah dengan kata dasar yang berawalan huruf vokal (a, u, i, e, o) akan terjadi bunyi luncuran [y].

iayat (angkat, hunus) dibaca 'iyayat'
iayo (sampaikan, ceritakan) dibaca 'iyayo'

Pada pertemuan huruf [n] dan [k] tercipta bunyi [ng].
Ditulis: 'alinkumokan' (nanti saya bawa) dibaca 'alingkumokan'

Pada pertemuan [ng] dan [l] terdapat bunyi sisipan [e]
misalnya ditulis: tumodongla ni'itu (setelah itu) dibaca tumodongela ni'itu.

Untuk kata yang diawali dengan huruf [w] dan didahului dengan partikel [em], pengucapannya akan berbunyi [b]. Penulisannya juga mengikuti kata dasar.

Secara berurutan
Ditulis: em walé (rumah) – dibaca: e mbalé
Ditulis: em wéné (padi, benih) – dibaca: em bené’
Ditulis: em wuter (berat) – dibaca: e mbuter


Mapéro-péroan wo malinga-lingaan. Sa wewéan en sélok, em butulenta mewali-wali.
(Saling menasihati dan saling mendengar satu dengan yang lain. Jikalau ada kesalahan, kita perbaiki bersama-sama).

Tabéa.
Ray Maleke

*Draft 2. May 13, 2012
Draft kedua ini telah mengalami beberapa perbaikan yang saya buat setelah menyaksikan video ulasan draft 1 yang dibuat oleh pekakaan Dr. Fabian J. Manopo di Ustream. Harapan saya adalah supaya sebuah upaya yang lebih komprehensif dan tersistematis dapat dilakukan oleh pihak-pihak terkait untuk menyusun suatu Tatabahasa Toudano yang praktis namun berbobot untuk diajarkan di sekolah-sekolah di wilayah sub-ethnis Toudano sesuai dengan dialeknya masing-masing.

2 comments: